Karya sastra memiliki
beragam fungsi bagi pembacanya. Salah satu fungsi yang harus dipenuhi oleh
karya sastra adalah harus member suatu pencerahan sehingga setelah dibaca karya
itu memunculkan suatu kesadaran dan kebangkitan mengenai suatu hal. Dalam
keadaan Negara sekarang ini sesungguhnya kita sangat membutuhkan konsumsi karya
sastra yang memberikan suatu pencerahan. Hal ini diperlukan karena cara-cara
lisan biasa sudah tidak ampuh lagi memberi pencerahan. Perlu suatu karya sastra
dimana sastra beroperasi masuk dalam pikiran pembaca secara emosional dan
terbukti mampu menimbulkan kesadaran dan kebangkitan.
Karya
tersebut bisa berisi stimulasi untuk membangkitkan lagi kebanggaan Indonesia
sebagai bangsa yang besar. Salah satu karya sastra yang mengandung hal tersebut
bisa dilihat dari Karya Fiksi Sejarah karya ES Ito berjudul “Negara kelima”.
Novel ini bercerita tentang suatu konspirasi pembunuhan sambil menyisipkan
fakta, rekonstruksi, bahkan dekonstruksi sejarah. Esensi dari Novel yang merangsang rasa kebanggaan
adalah perumusannya mengenai beberapa kejayaan sejarah Indonesia atau nusantara
pada masa lalu. Pemetaannya dilakukan dengan memecahkan teka teki Negara
pertama, kedua, ketiga, dan keempat di Indonesia. Negara disini bisa berarti
sebagai suatu peradaban, imperium, ataupun kerajaan. Sedangkan Negara kelima
yang dimaksud novel ini adalah revolusi untuk mengakhiri sejarah bangsa
Indonesia dengan menirikan Negara baru.
Negara
atau peradaban pertama yang diungkap dalam novel ini adalah peradaban Atlantis yang
berhasil dipecahkan bahwa itu terletak di Indonesia. Wacana Atlantis muncul ke
permukaan akibat dari adanya kitab dialog Plato Timaues and Critias. Diskursus ini telah lama menguap namun belum
ada kepastian yang jelas mengenai dimana letak sesungguhnya. Negeri yang
diceritakan Solon ini ada yang
menyatakan berada di Amerika karena suku Maya adalah keturunannya dan ada juga
yang bilang Atlantis adalah kisah tenggelamnya pulau Thera dekat Pulau Kreta,
Yunani. Namun muncul suatu argumen yang menyatakan kalau Atlantis tidak berada
di sekitar samudera Atlantis, peradaban itu tenggelam dan meninggalkan deretan
kepulauan terluas di dunia, yaitu di Indonesia.. Atlantis tenggelam di lautan
yang sekarang disebut Laut Cina Selatan. Peradaban itu tenggelam oleh banjir
besar dan akhirnya meninggalkan pegunungan yang sekarang ini menjadi
pulau-pulau karena Atlantis juga diceritakan dikelilingi pegunungan-pegunungan
yang indah.
Indonesia
sebagai Negara Atlantis tentu juga menjadi kontroversi. Dalam sejarah yang kita
pelajari, Indonesia baru memasuki masa sejarahnya pada abad kelima dengan
adanya kerajaan Kutai. Namun itu hanya mengacu pada bukti sejarah domestik.
Sebenarnya, sejak permulaan zaman, nusantara sudah lama dikenal. Dalam sebuah
buku Yunani berjudul Periplous tes Erythras Thalasses dengan angka tahun 70
masehi terdapat terdapat nama Chryse, istilah Yunani untuk pulau emas. Sebuah
pulau tempat Bandar dimana negeri India bagian selatan berdagang. Kemungkinan
besar yang dimaksud dengan Chryse adalah pulau Sumatera yang kita kenal saat
ini. Dalam buku lainnya karangan Ptolemaues , seorang ahli navigasi dari
Iskandariah Mesir disebutkan Chrysae Chersonesos mengacu pada semenanjung
Barus, sebuah daerah yang terletak pada bagian barat Sumatera Utara.
Palto
sendiri mengarang dialog yang tidak selesai ini sekitar 360 tahun Sebelum
Masehi. Tokoh dalam dialog itu adalah orang-orang nyata yang dikenal Plato.
Critias adalah kakek buyut Plato dan Socrates adalah gurunya. Hermocrates
adalah seorang negarawan dan tentara. Sedangkan tokoh yang menceritakan
Atlantis adalah Solon yang merupakan ahli hokum, sastrawan, dan juga petualang
yang hidup tiga abad sebelum Plato. Hanya secuil bagian dari dialog itu yang
membahas masalah atlantis. Cerita atlantis didapatkan dari perjalanan Solon ke
kota Sais yang merupakan salah satu distrik di kerajaan Mesir kuno. Para
pendeta di kota itu bercerita tentang sejarah yang dilupakan oleh orang Yunani
tentang sebuah bangsa besar yang pernah menyerang nenek moyang mereka ribuan
tahun yang lalu.
Dari
cerita Solon didapatkan kalau gambaran fisik Atlantis menunjukkan bahwa itu
adalah pulau tropis. Hanya mengenal dua musim dengan gambaran panen buah-buahan
dua kali dalam setahun serta musim dingin dan panas. Terdapat banyak
kayu-kayuan dan kaya akan buah-buahan. Ini sekaligus mematahkan teori–teori
selama ini yang mengatakan Atlantis terletak di belahan Bumi utara terutama
Eropa karena Eropa beriklim Subtropis.
Tanah yang subur jelas menggambarkan Nusantara. Ini semakin kuat karena raja Atlantis saat
itu diceritakan mudah mendapatkan bahan
makanan yang melimpah ruah. Namun tidak hanya Indonesia yang mempunyai iklim
tropis. Bagaimana dengan Amerika
Selatan?. Akan tetapi ini bisa dibantah karena disana tidak ada Gajah
seperti yang diceritakan Solon. Solon mendapat cerita dari pendeta dan pendeta
disebutkan mendapat cerita dari orang-orang Punt. Orang-orang ini adalah mereka yang selamat
dari banjir besar yang menenggelamkan Atlantis yang berlayar dari arah barat
Mesir.
Apakah
Nusantara berada di sebelah barat Mesir? Kalau kita lihat dipeta memang tidak.
Namun dalam novel ini terkuak bahwa orang Mesir Kuno melihat peta dengan
terbalik. Selatan menjadi utara dan barat menjadi timur. Munculnya peradaban
sejarah Yunani, Romawi dan Cina telah menetapkan posisi utara dan selatan
sebagaimana sekarang ini. Walaupun peta yang dibuat orang mesir Kuno sangat
jauh dari gambaran sesungguhnya , tapi mereka telah bisa mereka-reka dan memberi
nama pada tempat-tempat yang cukup jauh untuk dilayari. Jadi ketika peta
dibalik, lautan atlantik adalah laut Arab dan Samudera Hindia, bukan Atlatik
yang kita kenal sekarang. Pada dasarnya dunia hanya punya satu lautan. Semua
bagian dari dari lautan ini bisa disebut dengan Atlantik. Laut dunia ini
sebenarnya Cuma satu. Tiap tetes air laut bisa berakhir pada tepian samudera
dimanapun di permukaan bumi ini. Aristoteles dalam bukunya De Coelo menjelaskan dengan gamblang bahwa nama Atlantik mengacu
pada semua lautan yang melewati bumi.
Tidak ada daratan yang bisa menghalangi pertemuan semua lautan. Atlantik
bertemu Pasifik di amerika Selatan. Pasifik bercampur baur dengan Hindia di
perairan Indonesia dan Hindia bertemu dengan Atlantik di selatan Afrika.
Kemudian
mengenai Luas atlantik yang dikatakan sebesar Libya dan Asia Minor. Perlu
diketahui Asia Minor adalah milayah yang dikenal dengan sebutan Turki saat ini.
Tentu akan sama besarnya dengan wilayah Indonesia. Bayangkan Atlantis yang
tenggelam itu membentang dari laut Cina Selatan sampai samudera Hindia.
Kemudian dari barat ke timur membentang dari ujung Sumatera hingga pulau-pulau
kecil yang dikenal dengan Oceania dan semuanya tenggelam kecuali bagian tinggi
yang tidak pernah dihuni pada masa lampau. Benua luas yang tenggelam dikenal
dengan nama Lumeria dan Atlantis adalah negeri terbesar di benua tersebut.
Tenggelamnya Lumeria atau Atlantis adalah akhir dari dunia lama. Nusantara kuno
kemudian disebut Ultima Thule, batas yang tak boleh dilewatkan. Nusantara kuno
adalah tempat yang disebut-sebut orang Yunani sebagai Hades, neraka yang berada
di dasar bumi. Tak ada yang kembali setelah melewati Ultima Thule. Lautan ganas
dengan tonjolan-tonjolan karang, sisa dari benua yang tenggelam.
Setelah
terjadi bencana banjjir besar beberapa orang yang selamat dari Atlantis pergi
dengan membawa sekaligus menyelematkan benda yang dulu diletakkan di
tengah-tengah Kota Atlantis. Jalanan di Atlantis dibuat melingkar mulai dari
sisi paling luar hingga sisi paling dalam. Di jantung kota itulah diletakkan
benda itu. Benda tersebut adalah simbol bersatunya alam-manusia dalam harmoni
dan stabilitas. Sebagian ahli menginterpretasikan benda itu adalah sumber
kekuatan Atlantis. Kekuatan yang telah membuat Atlantis Berjaya dan besar.
Benda itu adalah Pillar Orichalcum. Terbuat dari material Orichalcum yang
nilainya hanya kalah dari emas sesuai dengan cerita Plato di kitabnya. Tetapi
pada akhirnya ketika Atlantis ditimpa kemerosotan, benda itu hanya menjadi
sumber malapetaka dan keserakahan.
Ketika
isu tentang kemungkinan tenggelamnya Atlantis di Nusantara, banyak orang
menghubungkan benda itu dengan lempeng emas Tataghata yang ditemukan di dekat
desa Tanjung Medan, Lubuk Sikaping Sumatera Barat. Kemunculannya memang ribuan
tahun setelah tenggelamnya Atlantis, namun beberapa ahli menghubungkannya
dengan kemungkinan reinkarnasinya Atlantis. Secara fungsional tak ada yang
persis tahu untuk apa benda itu dibuat dengan kelopak mahkota yang menunjukkan
delapan arah dengan empat tulisan pada tiap ujung utamanya dan satu tulisan
pada bagian tengah. Keretakan diagonal pada bagian alas Pillar Orichalcum telah
menghilangkan kemampuan benda itu ketika diselamatkan. Beberapa orang pada awal
abad masehi meyakini kalau lempeng emas itu bisa mengatasi keretakan diagonal
pada bagian alas. Tanpa lempeng itu benda Atlantis itu tidak ada artinya.
Ditemukannya
lempeng tersebut, besar kemungkinan dibuat oleh orang-orang Atlantis yang
kembali dengan membawa Pillar Orichalcum setelah ribuan tahun berada jauh dari
Atalantis. Kembalinya orang-orang Atalantis ke nusantara ini erat kaitannya
dengan penaklukan terbesar sepanjang sejarah oleh Alexander the Great. Hal itu
bisa dirunut dari kenapa Plato tertarik mengenai Atlantis. Plato memiliki
obsesi untuk mencari kembali benua yang hilang itu sekaligus mengembalikan
Pillar Orichalcum yang mungkin telah terbawa ke Yunani oleh orang-orang
Atlantis tapi mereka tak berani lagi untuk pulang. Tetapi Plato tak punya
kekuatan untuk pencarian dan perjalanan itu. Hanya satu yang bisa melakukannya
yaitu iskandar yang Agung atau Alexander the Great. Akan tetapi bagaimana cara
menjelaskan antara hubungan Plato dengan Alexander the Great?
Plato
lahir pada 428 sebelum masehi yang juga masih keturunan Solon. Setelah berguru
pada Socrates, Plato kemudian memiliki murid yakni Aristoteles. Murid satu ini
berpetualang sampai dengan Asia Minor yang berkemungkinan membawa misi
tersendiri yang mungkin saja misi Plato. Aristoteles akhirnya pindah ke Pella,
ibukota Makedonia. Ia kemudian menjadi mentor Alexander the Great. Besar
kemungkinan Aristoteles juga menceritakan tentang Atlantis. Setelah naik tahta
335 sebelum masehi, Alexander melakukan beberapa penaklukan diantaranya Gaza
dan mendirikan Iskadariah atau Alexandria dari pendudukan Persia. Kemudian dia
melintas sungai Eufrat dan Tigris dan telah menguasai seluruh Asia tengah.
Setelah itu penakluk ini menyeberangi sungai Indus India namun berhenti karena
ditolak oleh tentaranya. Alasan berhenti yang diceritakan banyak mengenai
kelelahan tentara. Akan tetapi sebenarnya tentara Alexander takut pada Ulthima
Thule yang secara turun temurun diceritakan sebagai sebagai kawasan berbahaya.
Alexander yang masih menyimpan misi untuk mencapai nusantara tak dapat lagi
memaksa tentaranya apalagi moral yang juga telah merosost setelah berperang
menaklukkan sekian lama.
Penaklukan
separuh bagian dunia ini juga merupakan rute perjalanan terbalik dari
orang-orang Atlantis yakni India, Mesopotamia, dan Mesir. Sedangkan Alexander
The great membuat perjalanan dari Mesir, Mesopotamia, dan India. Setelah sampai
di India dan memutuskan kembali lagi, Alexander tidak melupakan misi
rahasianya. Untuk mewujudkannya, dia mewariskan pencariannya kepada
keturunannya. Iskandar sempat menikahi perempuan Industan dan memilki tiga
anak. Salah satu dari mereka akan menemukan benua yang hilang. Kemudian salah
satu dari anaknya bersama putri Hindustan
dan rombongannya berlayar ke arah tenggara samapai akhirnya perahu
mereka berlayar sampailah pada negeri belum bernama yang sekarang disebut
Minangkabau. Dengan menjadi raja pertama anak bungsu Alexander The Great, Sri
Maharajo Dirajo.
Di lereng Gunung Merapi bernama Pariangan
dibangunlah suatu tatanan Masyarakat. Kemudian daerah dibagi menjadi luhak dan
rantau. Luhak dipimpin oleh penghulu sedangkan daerah rantau diutus raja-raja
dari luhak. Hal ini memiliki kemiripan dengan daerah yang diperintah Atlas pada
masa Atlantis dimana ada Sembilan daerah yang dipimpin oleh raja-raja yang
diutus dari pusat Atlantis. Kemudian transformasi hukum dan masyarakat
Minangkabau dari hukum tarik balas menjadi hukum alur dan patut sangat parallel
dengan perubahan masyarakat Atlantis dari pemerintahan yang abbsolut menjadi
pemerintahan payung hukum Posoidon seperti dalam kitab Plato. Dapat disimpulkan
Negara kesejahteraan Plato diwujudkan di alam Minangkabau oleh keturunan
Iskandar Zulkarnain atau Iskandar yang Agung atau Alexander The Great, murid Aristoteles
dan Aristoteles adalah murid Plato. Namun ini bukan berarti dulunya Atlantis
berpusat di Minangkabau karena yang disebutkan diatas adalah era kembalinya
orang-orang Atlantis. Melihat sistem Minangkabau, kedatangan Sri Maharajo
Dirajo tidak lepas dari konflik. Seperti cerita Atlantis, satu kelompok
mengangankan Negara kesejahteraan dan berhasil mewujudkan tata Negara bagian di
Minangkabau dan diduga satu lagi menginginkan pembentukan imperium yang membawa
Pillar Orichalcum.
Hal
itu dapat dilacak kembali dengan mengingat corak tulisan yang ada di lempeng
Tataghata yang bercorak huruf Pallawa kuno. Satu-satunya huruf Pallawa kuno
bercorak Sumatera adalah yang dipakai pada kisaran 600an masehi. Salah satu
bukti prasasti pada tahun 600an Masehi adalah prasasti kedudukan bukit yang
ditemukan di tepi sungai Tatang dekat Palembang. Interpretasi dari prasasti itu
menyebutkan perjalanan rombongan tentara pimpinan Dapunta Hyang yang memulai
perjalanan dari Matayap. Apabila Matayap itu diartikan sebagai Melayu, maka hal
ini menguatkan bahwa sebelum sampai di Palembang, mereka mendarat di melayu,
daerah Jambi sekarang. Sedangkan sebelumnya dikatakan tentara berangkat dari
Minanga. Kata ini identik dengan Minangkabau. Berarti dahulu kala ada pembesar
dari Minangkabau pergi berperang, berhenti lebih dahulu di Jambi, lalu terus ke
Palembang dan mendapat kemenangan, dan akhirnya membangun kota di daerah itu
dengan nama Sriwijaya.
Apabila
dirunut letak Minanga itu persisnya berjarak maksimal 28 hari perjalanan ke
Palembang. Dan Dapunta Hyang bersama tentaranya menempuhnya dengan naik perahu
dan berjalan kaki. Seandainya rombongan Dapunta Hyang itu memang berasal dari
Minangkabau, seharusnya mereka tidak datang dari Luhak Nan Tigo karena terlalu
jauh yang dimisalkan saja dari Bukittinggi. Satu-satunya kemungkinan terdekat
adalah daerah-daerah pinggir perbatasan yang dilalui jalan lintas Sumatera. Karena
menggunakan perahu kemungkinan terbesar daerah Minanga itu adalah yang berada
di sekitar sungai Batang Hari. Daerah tepat yang menggambarkan itu adalah
Dharmasraya. Daerah ini dulu pernah berdiri kerajaan Dharmasraya. Satu dari dua
kerajaan yang didirikan oleh orang-orang yang datang dengan rombongan Sri
Maharajo Dirajo. Hanya saja tidak terdapat catatan historis yang memadai tentang
kerajaan itu.
Prasasti
kedudukan bukit tidak menyebut Dapunta Hyang sebagai raja, bisa jadi dia
hanyalah seorang pembesar yang ingin kembali menegakkan imperium Atlantis. Jadi
jelas rombongan ini berjalan dari Dharmasraya yang merupakan hulu sunagai
Batang Hari kemudian berlayar sampai hilir ke Matayap atau melayu dan
melanjutkan perjalanan ke Palembang. Orang-orang Dapunta Hyang tidak pernah
menjadi raja. Mereka hanya mendirikan, lalu memberikan kekuasaan pada penduduk
lokal. Hingga kemudian datang generasi raja-raja keturunan dari
Saelendrawamsatilaka Sri Wirawairimathana. Sriwijaya berhasil meraih kejayaan.
Paling tidak secara politis Sriwijaya pernah menguasai Melayu, tanah genting
kra, Sunda, jawa tengah, daerah Ceylon di Selatan India, Sumatera bagian utara
kecuali Minangkabau yang melakukan tipu muslihat adu kerbau (mungkin disebabkan
karena orang yang mendirikan Sriwijaya juga orang mendirikan Minangkabau).
Sriwijaya pada akhirnya jatuh takluk diserang Raja Cola dari india. Inilah
Negara kedua yang disimpulkan oleh novel ini dengan simbol Pillar Orichalcum
yang diangkut oleh Dapunta Hyang ketika membangun kota Sriwijaya.
Setelah
atau mungkin sebelum kehancuran Sriwijaya, keturunan Dapunta Hyang dan
rombongan membawa kembali Pillar Orichalcum kembali ke Minangkabau tengah,
tempat asal mereka. Pada cerita lain beberapa abad kemudian, Raja Singasari
Kertanegara mengirimkan tentaranya ke Melayu yang disebut dengan ekspedisi
Pamelayu. Rombongan dipimpin oleh tentara yang kemudian pada masa awal Majapahit
diberi gelar kebo Anabrang. Pada saat bersamaan, Khubilai Khan tengah meluaskan
pengaruhnya ke Asia tenggara. Sesungguhnya ekspedisi ini bukanlah penaklukan,
tetapi perluasan persahabatan antara Melayu dan Singasari membendung ekspansi
Kubhilai Khan. Bersama pasukannya, Kertanegara mengirimkan Arca Budha
Amoghapasalokeswara bersama 14 orang pengiringnya ke Melayu pada 1286 Masehi.
Penempatan arca ini dilakukan di Dharmasraya. Tampaknya Melayu lama telah
digantikan oleh Dahrmasraya. Arca itu kelak ditemukan di daerah Sungai Lansek,
kabupaten Dharmasraya.
Saat
itu Raja yang memerintah di Dharmasraya adalah Srimat Tribhuwanaraja
Mauliwarmadewa. Rombongan besar pasukan Singosari berdiam di Dharmasraya selama
lebih kurang 20 tahun kemudian mereka kembali ke Singosari yang telah menjadi
Majapahit. Rombongan itu membawa dua orang putri hasil perkawinan Mauliwarmadewa
dengan Reno Mandi, Dara Petak dan Dara Jingga. Dara Petak kemudian dinikahi
oleh Raden Wijaya atau Kertarajasa, Raja pertama Majapahit. Bukan sebagai
selir, tetapi permaisuri. Sedangkan kakaknya Dara Jingga dinikahi oleh Tuan
Janaka, salah seorang petinggi istana. Kertanagera telah mengetahui ada semacam
magnet kekuatan yang terdapat di Dharmasraya dan ia membutuhkan lebih dari
persahabatan untuk menghadapi serbuan tentara Mongol. Kalau dikaitkan dengan
misteri Atlantis, maka ini adalah kelanjutan dari cerita Sriwijaya. Bisa jadi
kedua putri itu tidak hanya membawa badan, tapi juga membawa benda sakti Pillar
Orichalcum. Tradisi dari Dapunta Hyang yang membuka kerajaaan penerus Atlantis
bukan di daerah pendaratan dilanjutkan oleh Mauliwardewa untuk mewujudkan
Negara ketiga Atalantis di tanah seberang.
Dalam
sebuah buku dituliskan bahwa Kertarejasa menikahi empat putri Kertanegara: Sri
Parameswari Dyah Dewi Thribbuawaneswari, Sri Mahadewi Dyah Dewi Narandraduhita,
Sri Jayendradewi DyahDewi Prajnaparamita, dan Sri Rajendradewi Dyah Dewi
Gayatri. Sebenarnya mereka bukanlah putri biologis dari Kertanegara, tetapi
merupakan representasi wilayah pengaruh dan sahabat Singasari. Salah satu
prasasti menyebutkan bahwa empat putri itu merepresentasikan Melayu, Bali,
Madura, dan Tanjung Pura. Sebagian para ahli menyebut Dara Petak adalah Sri
Parameswari Dyah Dewi Thribbuawaneswari atau ratu utama yang melahirkan
kalagamet atau Jayanegara. Setelah Jayanegara menjadi raja terdapat beberapa
gejolak di Majapahit. Pelajaran sejarah kita mengatakan bahwa itu terjadi karena
ketidakpuasan terhadap raja. Namun alasan itu hanya berlaku pada pemberontakan
Ranggalawe. Selebihnya itu dikarenakan satu kesamaan yaitu semangat anti asing
karena Jayanegara beribukan orang asing, seorang putrid dari Dharmasraya.
Pada
masa-masa pemberontakan tersebut akhirnya Jayanegara diselamatkan oleh Gajah
Mada dan mengungsikannya ke luar kota. Berkat strategi inilah Majapahit kembali
dapat dikuasai. Gajah Mada adalah seorang yang visioner. Ia sadar tidak mungkin
baginya untuk mencapai cita-citanya kalau harus menghianati keturunan
Kertarejasa. Satu-satunya cara untuk mencapai visinya adalah mempertahankan
kesetiaan pada keturunan Kertanegara dan Dara petak. Visi itu adalah visi yang
dulu pernah dimiliki oleh Kertanegara, tentang sebuah Imperium. Gajah Mada
mungkin melihat kuncinya ada pada benda yang dibawa oleh Dara Petak dan
pengiringnya. Akan tetapi kemudian gajah Mada dan Jayanegara mempunyai visi
yang berbeda. Hal ini menyebabkan Gajah Mada membunuh Jayanegara melalui Tanca,
seorang tabib kerajaan menurut sumber Pamancangah yang berasal dari Bali.
Perbedaan visinya adalah antara Negara dan kerajaan. Jayanegara mungkin
menginginkan imperium yang dibangun itu adalah integrasi ide dan gagasan
sedangkan gajah Mada menganggap imperium itu tak lebih dari pernyataan wilayah
seperti pada sumpah palapanya.
Sejak
meninggalnya Jayanegara, praktis Gajah Madalah orang paling berkuasa dan
menentukan Majapahit. Ratu dan raja pada masa itu tak lebih dari alat legalitas
belaka. Dengan meninggalnya Jayanegara maka berakhirlah Negara ketiga menurut
novel ini. Akan tetapi ada satu lagi keturunan Dharmasraya disana yaitu
Adityawarman yang merupakan anak dari Dara Jingga dan Tuan Janaka, seorang
pembesar pada masa itu. Setelah Jayanegara meninggal sebenarnya jasa dan kecerdasan
Adityawarman masih digunakan oleh Gajah Mada. Ia pernah menjadi utusan kerajaan
di Tiongkok dan mendampingi Gajah Mada dalam penaklukan di Bali. Tetapi
akhirnya Adityawarman kembali ke tanah asal ibunya di Dharmasraya tahun 1347.
Adityawarman
kemudian masuk ke pedalaman Minangkabau, berusaha untuk memerangi dan
menundukkan kerajaan yang masih satu kerabat dengan dharmasraya, yakni Kerajaan
Pagaruyung. Tetapi dengan kelicinan Datuak parpatih Nan Sabatang, perang dapat
dihindari. Minangkabau pedalaman yang merupakan Negara kesejahteraan tidak
harus takluk pada Adityawarman. Hanya perlu sedikit perubahan adat untuk
membuat Adityawarman tidak begitu berarti di mata rakyat. Kemungkinan besar
benda sakti Pillar Orichalcumdibawa kembali dibawa oleh Adityawarman ke
Minangkabau. Itu sebabnya Datuk Katumanggungan percaya begitu saja menyerahkan
kekuassaan padanya. Di lain pihak, akhirnya Majapahit dengan politik integrasi
wilayah Gajah Madanya praktis mengalami kehancuran setelah kematian Gajah Mada.
Perang saudara Paregreg yang memperebutkan secuil kekuasaan telah
menmghancurkan Majapahit. Majapahit runtuh karena perang saudara, bukan karena
masuknya Islam.
Negara
keempat dalam novel ini adalah PDRI, Pemerintahan Darurat Republik Indonesia.
Hal ini menekankan bukan pada jayanya sebuah imperium, tapi bagaimana pembesar
bangsa ini menyambung nyawa Republik Indonesia yang telah sekarat akibat agresi
militer Belanda. Tepatnya 22 Desember 1948 kabinet PDRI dibentuk oleh
Sjafruddin Prawiranegara di Halaban, bekas onderdeming
dekat kota Payakumbuh. PDRI adalah pemerintah tanpa ibukota, ibukotanya
adalah hutan belantara yang berpindah-pindah. Presiden Republik Indonesia
memberitakan bahwa pada hari Minggu 19 Desember 1948 jam 6 pagi Belanda telah
memulai serangannya atas ibukota Yogyakarta. Jika dalam keadaan pemerintah
tidak dapat menjalankan kewajibannya lagi, kami menguasakan kepada Mr
Sjafruddin Prawiranegara, Mentri Kemakmuran RI untuk membentuk Pemerintahan
Darurat di Sumatera. Begitulah bunyi kawat Hatta kepada Sjafrudin yang tengah
berada di Bukittinggi sebelum ditangkap Belanda bersama Soekarno. Namun kawat
itu tak pernah sampai.
Hanya
naluri para pemimpin yang tengah berada di Bukittinggi yang bisa menyelamatkan
Republik ini. Sebagaimana Yogya, Bukittinggi adalah pusat dan kekuatan politik
di Sumatera juga digempur Belanda bersamaan dengan pendudukannya di Yogya. Kolonel
Hidayat, Komando teritorium Sumatera, Teuku Muhammad Hasan, Gubernur Sumatera,
dan Sjafruddin Prawiranegara mengikuti naluri mereka yang berpikir bahwa
Pemerintahan di Yogya telah lumpuh dan memutuskan untuk membentuk Pemerintahan
Darurat. Tempatnya di sebuah rumah kecil di tepi Ngarai Sianok. 21 Desember
malam, pengungsian dari Bukittinggi dimulai ketika Belanda berhasil masuk.
Rombongan bergerak menuju Halaban. Kekuatan TNI dipecah menjadi 2 bagian.
Sebagian mengikuti Sjafruddin Prawiranegara untuk menegakkan pemerintah,
sebagian lagi mengikuti Kolonel Hidayat dalam rencana long march Sumatera.
Sedangkan pasukan inti Sumatera Barat di bawah pimpinan Letkol Dahlan Djambek
mundur ke Kamang, 12 km dari Bukittinggi. Kamang adalah pusat kekuatan militer
republic paling efektif pada waktu itu.
22
Desember 1948 Panglima Besar Jendral Sudirman di Jawa dilanda gelisah. Ia
kecewa dengan para pemimpin sipil yang ingkar janji. Mereka yang dulu berteriak
akan ikut bergerilya ternyata justru menyerah pada Belanda dengan beragam
alasan. Penyakit menggorogoti usia mudanya. Fisiknya lemah tapi kemarahannya
semakin besar terhadap pemimpin sipil. Hanya keikhlasan perjuangan yang
meredakan semuanya. Pada tanggal yang sama itu, Sjafruddin Prawiranegara dengan
ketegarannya membentuk cabinet PDRI pertama. Karena pergerakan pasukan Belanda
dengan legion pribuminya semakin gencar, pada 24 Desember rombongan Halaban
dibagi dua. Rombongan pertama langsung dipimpin Sjafruddin, ketua dan perdana Mentri
PDRI menuju Pekanbaru. Satu rombongan lagi dipimpin oleh Sultan Mohamad Rasjid,
Gubernur Sumatera Barat yang dalam Kabinet Sjafruddin merangkap sebagai Mentri
keamanan, sosial, pembangunan, dan perburuhan menuju Koto Tinggi.
25-26
Desember rombongan berada di Bangkinang, tapi Belanda terus memburu hingga
beberapa kali pesawat mustang Belanda menembaki dari atas udara. Perjalanan ke
Pekanbaru dibatalkan karena ternyata Pekanbaru telah diduduki Belanda.
Diputuskan untuk berangkat menuju dusun terpencil bernama Taratak Buluah.
Sebagian kendaraan harus dibenamkan karena tidak bisa menyeberangi Sungai
Kampar. Sehingga sisa perjalanan harus dilanjutkan dengan berjalan kaki. 29
Desember perjalanan dilanjutkan menuju teluk Kuantan. Tetapi Belanda masih bisa
mengikuti. Pesawat cocor merah menghujani daerah itu dengan tembakan. 5 Januari
1949 rombongan meninggalkan Teluk Kuantan menuju Kiliran Jawo, daerah bagian
tengah selatan Minangkabau. 2 hari kemudian rombongan berkumpul di daerah Abai
Sangir yang kemudian dibagi lagi. Yang satu kembali ke Payakumbuh untuk
memantau situasi dan sebagian lagi menuju daerah yang penduduknya bisa
dipercaya untuk menegakkan PDRI yaitu Bidar Alam.
Sjafruddin
akhirnya meninggalkan daerah itu pada 22 April 1949 setelah daerah itu dihajar
dengan Bom. Itulah yang dahsyat dari PDRI karena adalah pemerintah yang
merupakan integrasi ide dan bukan sekedar integrasi wilayah karena daerahnya
hanya secuil tapi yang diperjuangkan adalah merah putih. Oleh karena itulah
besar kemungkinan jika benda Pillar Orichalcum bersama rombongan Sjafruddin. Memang
benar benda ini ada pada saat Sjafruddin berada di Bidar Alam. Benda itu dibawa
oleh rombongan kedua yang merupakan keturunan orang-orang bijak Dharmasraya
walaupun Pak Sjaf tidak tahu tentang benda itu. Orang Dharmasraya menyebut
Pillar Orichalcum sebagai Batu Pembangkit Batang Terendam. Karena benda itu
berasal dari suatu masa ketika orang belum berhitung dengan waktu. Ia bisa
membangkitkan kekuatan massa silam yang terpendam.