Friday, November 6, 2009

natured by human

The relationship between human and nature should be united, because historically from pre-history age human had a relation with nature to support their life. Human condition is also influenced by the nature such as climate and the weather. But nowadays, the mutualism between both human and nature seems dismissed. Those things can be recognized by disaster and destruction that occurred and happened to human being.
This human being attitude has been a consideration for the critics. Some critics argued that It is caused by human focus on mankind and thought, not to nature. According to Mullik (1962:39) it began in renaissance age when this movement was spread with its interests focus on the proper study of mankind. The attention focussed on humanity or human-centric makes nature to be ignored. So that human thinks themselves as the centre or the subject. This spirit continually stimulate human to have a power on everything unexpectedly toward the nature.
Human-centric means that everything focuses on human because human can think and do everything with the capacity of their mind. This attitude similar with what Descartes statement in Hart (1978:295) “Cogito Ergo sum”, I think, that’s way I am exist. Human has found the power so that the surrounding is viewed as an object. This spirit must be admitted has made some advancement on human civilization in various field. Copernicus discovered the solar system; Columbus found America, and others. However, this human centric often forgets the existence of nature which is in fact as the place for human lives. As the time running, human power on exploration toward nature is getting higher from time to time. However, human forgot that nature is not an object and sometime nature will act by it self.
In literary criticism, some critics has realised this problem. Most of the literary criticism focused on social and cultural, but the nature is forgotten. Critics recently have been successfully defines that all human condition is socially, culturally, and linguistically constructed. This is the misleading of critics who ignore the existence of nature. This is the reason why some critic bore the new criticism that is called ecocriticism. In Wikipedia Glotfelty's working definition "ecocriticism is the study of the relationship between literature and the physical environment” and one of the implicit goals of the approach is to recoup professional dignity for what Glotfelty calls the "undervalued genre of nature writing". Lawrence Buell defines “‘ecocriticism’ . . . as [a] study of the relationship between literature and the environment conducted in a spirit of commitment to environmentalist praxis” .
In beginning theory, Barry (2002) stated that ecocriticism has four areas which are wilderness (deserts, oceans, and in an habited continents), the scenic sublime (forest, lakes, mountain, cliffs, water fall), the country side (hill, fields, woods), and domestic picturesque (parks, garden, laives). Analyses with ecocriticsm actually celebrate the nature, the life forces, and the wilderness of the world. The element of ecology is easy to be found in literary works. It can be seen wordsworth poetry which is the key element used by him to configured the poetry, but, mostly the critics just see that element as the setting only without questioning the substance of it. For ecocritic the nature is really exist and the entry which actually can affects us if we mistreat it. Nature is not something given or always already but the nature moves all the time.

Friday, October 30, 2009

UK-Kes UNP Terbitkan Antologi Karya Sastra

Jumat, 11/09/2009 05:27 WIB

UK-Kes UNP Terbitkan Antologi Karya Sastra
sampul depan antologi Uk-kes
Di sela kegiatan buka bersama yang diselenggarakan oleh Unit Kegiatan Kesenian (UK-Kes) UNP, juga diumumkan pemenang Kompetisi Penulisan Karya Sastra Tingkat Universitas, Kamis (10/9).

Kompetisi ini diadakan, tutur ketua UK-Kes, Bayu Agustari Adha, untuk terus menggiatkan dan melahirkan penulis-penulis yang potensial di UNP. Lomba yang diselenggarakan adalah penulisan cerpen dan puisi. Kegiatan ini telah berlangsung selama 6 bulan dengan kurator Ragdi F Daye (cerpen) dan Esha Tegar Putra (Puisi).

Pemenang dari kategori cerpen adalah Rio Fitra SY dan Andika Destika Khagen. Untuk puisi, Salmizul Fitria dan Fajar Marta.

Semua karya pemenang tersebut kemudian dibukukan menjadi antalogi bersama OASE. Beberapa karya yang layak muat, tutur Bayu, dimasukkan ke dalam antologi. Antologi bersama OASE memuat 4 buah cerpen dan 51 puisi.

Dalam sambutannya, kurator puisi, Esha Tegar Putra juga menyambut baik kehadiran antologi ini. “Ini merupakan kebanggaan kita semua,” tutur Esha. Esha yang juga mahasiswa Sastra Universitas Andalan (UNAND) ini bercerita, semasa ia menjadi ketua Hima di jurusannya, ia juga sempat ingin membuat sebuah antologi bersama. Namun, niat tersebut belum terwujud sampai sekarang. Dana menjadi kendala, meski UNAND terus ‘menelurkan’ penulis-penulis yang telah merambah nasional.(dik)

PEMENTASAN TEATER “OASE” UNIT KEGIATAN KESENIAN UNP

Teater oase Unit Kegiatan kesenian UNP kembali melakukan pementasan. Kali ini karya yang dipentaskan berjudul “misteri buah palapa” yang ditulis oleh Bayu Agustari Adha dan Jeffi Rangga. Karya ini dipentaskan pada acara malam apresiasi seni UK-KES UNP jum’at 15 Mei dan juga pada acara temu teater mahasiswa se-Sumatera pada tanggal 22 Mei di teater tertutup FBSS UNP.

“Misteri buah palapa” merupakan karya teater yang ingin mengeksplorasi tentang mitos buah palapa yang di ucapkan Gajah Mada yang berbunyi “saya tidak akan makan buah palapa sebelum menyatukan nusantara”. Dalam karya tersebut diceritakan suatu fenomena dimana nusantara yang terdiri dari beberapa pulau ini mengalami suatu perpecahan. Jadi disini dapat disimpulkan bahwa buah palapa itu belum dimakan oleh Gajah Mada karena nusantara memang belum menyatu.

Di dalam pementasan sendiri, pulau-pulau yang direpresentasikan diantaranya adalah pulau Sumatera, Jawa, dan Kalimantan . Pulau Sumatera mengeluhkan masalahnya sendiri yakninya masalah budaya yang mulai hilang dimana budaya itu selama ini dibanggakan seperti kehidupan sosial dan adat yang biasanya hidup saling harga-menghargai menjadi kehidupan individualis yang lebih berorientasi pada kepentingan diri sendiri. Sementara pulau jawa mengemukakan masalah sesaknya pulau tersebut oleh manusia yang memiliki kerakusan sehingga pulau tersebut tertimpa bencana dari banjir sampai Lumpur panas. Hal ini meruntuhkan keadaan pulau Jawa yang tidak lagi “gemah ripah lo jinawi” dan pusat peradaban yang dulu damai kini berubah menjadi pulau yang tidak damai. Pulau Kalimantan sendiri meresahkan keadaan hutannya yang terus dicukur habis-habisan oleh tangan-tangan manusia. Kalimantan yang merupakan paru-paru dunia sekarang telah mengalami sesak nafas karena hutan-hutan penyegar pulau tersebut telah dibabat untuk kepentingan kaum-kaum tertentu. Dampaknya bukan hanya bagi Kalimantan , tapi juga kepada seluruh dunia yang akhirnya mengalami global warming. Disini dapat kita lihat bahwa masing-masing pulau dinusantara disibukkan oleh masalahnya sendiri sehingga melupakan persatuan yang dicita-citakan Gajah Mada. Dan akhirnya kitapun tidak tahu apakah Gajah Mada telah memakan buah Palapa atau belum dan apakah nusantara telah bersatu atau belum. Jadi inilah mengapa buah palapa itu masih menjadi misteri.

Pementasan ini dimainkan oleh 4 aktor diantaranya Bayu Agustari Adha, Jeffi Rangga, Ravika Ayu, dan Sartika Syamer, serta turut dibantu musiknya oleh Hasanul Arifin. Unit kegiatan kesenian sendiri terus melakukan acara malam apresiasi seni sekali dalam dua minggu untuk terus menggenjot para anggota unit kegiatan kesenian dalam berkarya. Dalam acara tersebut juga ditampilkan penampilan musik, visualisasi puisi, dan juga tari tradisional. Acara berikutnya akan diadakan pada tanggal 29 Mei di parkiran FIS UNP. Jadi bagi mahasiswa UNP yang ingin menikmati kesenian yang disajikan oleh UK-KES UNP silahkan saja datang.



--- Pada Kam, 30/4/09, Bayu Agustari Adha menulis:

Wednesday, October 28, 2009

art performance

Berita

Flu Kesenian Minang Mewabah di Bali

Pementasan Teater OASE UK-Kes UNP di Singaraja, Bali

Kamis, 20/08/2009 23:13 WIB

Pementasan Teater OASE UK-Kes UNP di Singaraja, Bali
Para pemain teater OASE UK-Kes UNP
Temu teater mahasiswa Nusantara 7 di Bali telah selesai digelar. Teater OASE UK-Kes UNP tampil sebagai perwakilan dari Sumatera Barat dengan mementaskan teater dengan spirit budaya Minangkabau yang berjudul "Segitiga Tanpa Sudut" karya Suci Hidayati.

Pementasan mendapatkan apresiasi dari penikmat seni yang berasal dari seluruh Indonesia karena menampilkan gambaran Minangkabau, mulai dari musik, kostum, gerak silat, dendang saluang, budaya matrilineal, dan tema merantau.

Pementasan ini disutradarai oleh Selno Afdianto dan dimainkan oleh beberapa aktor, seperti Bayu Agustari Adha, Ravika Ayu, Sertika Syamer, M. Bunga Ashab, Rahma Ortaviani, Reza Normalisa. Penampilan ini bertambah seru dengan musik oleh Sastra Ferdian, Novi, Riskiyandi Nanda Putra. Indahnya pementasan ini tak terlepas dari peran penata cahaya, yaitu Rori Maidi Rusji.

Pementasan ini di anggap sangat memenuhi ktiteria panitia yang menetapkan tema "Melihat Lebih Jauh Budaya Leluhur". Teater OASE berangkat dari Padang dengan menggunakan Bus UNP. Acara tersebut digelar pada 6-15 Agustus 2009 dan teater OASE mentas pada tanggal 14 Agustus 2009.

(Bayu Agustari Adha)