Thursday, December 22, 2011

Bayu Agustari Adha



1.    PERSONAL DATA
Name                                       :           Bayu Agustari Adha
Place/Date of birth                  :           Solok/August, 15th 1986
Nationality                              :           Indonesia
Gender                                                :           Male
Religion                                   :           Moslem
Marital status                          :           Single
Address                                    :          Jln. Gajah 4 no. 7 Air Tawar Barat Padang,
zippcode                                  :           25131
Mobile                                     :           +6285263031121
Email                                       :           bayuagustariadha@yahoo.co.id
Blog                                        :           http://bayustation.blogspot.com/

2.    FORMAL EDUCATION
1.    2004 to 2011                      :           S1 Sastra inggris UNP (BSc english literature)
2.    2001 to 2004                      :           SMU N 1 Solok (senior high school)
3.    1998 to 2001                      :           SLTP N 1 Solok (junior high school)
4.    1992 to 1998                      :           SD 39 Perumnas kotobaru Solok (elementary school)
5.    1991 to 1992                      :           TK Darmawanita Solok(kindergarten)

3.    LANGUAGE
1.    English
2.    Bahasa Indonesia
3.    Bahasa Minang      








4.  EXPERIENCES  
1. Some Important Experiences :
November-now

July-October 2011
April-Juni 2011

2010-2011

October-November 2009



September 2009



August 2009


July 2009

May 2009




November 2008


October 2008

August 2008

English Tutor at EasySpeak Pekanbaru

Publication Staff at P3SD (Center of Research and development) Padang


Journalist at Haluan Kepri in Batam, Riau Islands

Reporter of live soccer of Indonesian Superleague for Semen Padang home match

Interpreter and Water Sanitation Assistant in Emergency Respond of West Sumatera Earthquake with Medicins Sans Frontieres (International NGO)

Project Manager in Publishing Literary work compilation of Padang State University student with Unit Kegiatan Kesenian or Art Activity Unit of Student Centre at Padang State University

Head of Management in theatre Performance of Indonesian Student Theatre Meeting in Bali with Unit Kegiatan Kesenian or Art Activity Unit of Student Centre at Padang State University

Surveyor in Quick Count of President Election 2009 in Bukit Bais Village, County of Solok with Jaringan Isu Publik (JIP) Jakarta

Head of Management in theatre Performance of Sumatera Student Theatre Meeting in Padang with Unit Kegiatan Kesenian or Art Activity Unit of Student Centre at Padang State University

Head of Commitee in West Sumatera Literary Writer Meeting with Unit Kegiatan Kesenian or Art Activity Unit of Student Centre at Padang State University

Facilitator in Video Workshop with Engage Media (Australia)

Student Representative to Malaysia and Singapore
-Participant in Discussion with UiTM Student Organization (Malaysia)
-Participant in Discussion with Petronas Management (Malaysia)
-Participant in Discussion with Proton Saga Maanagement (Malaysia)
-Participant in Discussion with Nanyang Tecnological University (Singapore)

2. Some Involvments in Organization :
2010 – 2011

2009 – 2010



2007 – 2009

2005-2007


Advisor in Unit Kegiatan Kesenian or Art Activity Unit of Student Centre at Padang State University
Chairman of Management in Unit Kegiatan Kesenian or Art Activity Unit of Student Centre at Padang State University
Head of West Sumatera Province management in Temu Teater Mahasiswa Nusantara or Indonesian Student Theatre Association
Head of Literature Division in Unit Kegiatan Kesenian or Art Activity Unit of Student Centre at Padang State University
Head of Interests and Talents Division in English Student Association of Padang State University
Add caption

Hipokritisasi diri dalam “Bengak”


Sebuah karya seni tak pelak lagi merupakan suatu hal yang bersifat sangat ekploratif. Beragam fenomenan kehidupan dihadirkan sehingga menjadi suatu bahan yang sangat menarik untuk digali. Tak terkecuali pementasan teater grup “Riau Beraksi” yang mementaskan “Bengak” adaptasi dari “Pakaian dan Kepalsuan” yang merupakan saduran bebas Achiat K. Mihardja dari cerita sandiwara Rusia “The Man with the Green Necktie” karya Averchenko. Pementasan ini sendiri disutradari oleh Willy Fwl yang dipentaskan di anjungan seni Idrus Tintin, Ahad (18/12) malam. Karya ini dengan sangat gamblang merepresentasikan fenomena hipokrit atau kemunafikan dalam kehidupan bermasyarakat dan bahkan bernegara.
Hipokrit secara harfiah merupakan suatu bentuk sikap dan kondisi berpura-pura, berbohong dan berdusta. Jadi hipokritisasi diri merupakan sikap mendustai diri sendiri dengan berpura-pura tidak mengetahui kebenaran yang telah diketahuinya. Sifat ini bisa mengarah pada diri sendiri ataupun orang lain. Dengan demikian hipokritisasi diri merupakan suatu upaya pemunafikan diri dalam melihat kebenaran itu sendiri. Hal ini terjadi akibat adanya kepentingan dan intervensi tertentu dalam rangka pemuasan diri sehingga mengangkangi kebenaran yang ada.
Munafik merupakan suatu jenis sifat, jadi sangat sinkron sekali untuk membahas karya ini melalui pendekatan psikologi dengan mengacu pada terminology Sigmund Freud yang terdiri dari “id, superego, dan ego”. Id merupakan suatu naluri alamiah yang ada pada diri manusia seperti hasrat atau nafsu makan ataupun seksual yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ataupun kesenangan. Pada intinya id ini menuntut pemenuhkebutuhan dan dalam memenuhinya, id bisa saja menggunakan cara-cara biasa dan juga bisa bersifat destruktif yang bisa berdampak merugikan diri sendiri dan orang lain. Sedangkan superego merupakan kawasan pikiran yang bersifat sublime atau mulia. Hal ini diperoleh dan disimpan dari nilai-nilai yang telah diajarkan ataupun diperoleh melalui pengalaman berupa sebuah hikmah. Nilai tersebut bisa didapat dari nasehat atau ajaran kemanusiaan, adat, dan agama. Terakhir, Ego adalah pikiran yang menyaring dua hal tadi setelah keduanya berkontraksi. Setelah itu Ego mengambil keputusan mengenai tindakan yang akan diambil. Bisa saja tindakan itu lebih menuruti superego atau mengacuhkannya.
Dalam pementasan “Bengak” sendiri dapat dilihat fenomena pertarungan id, superego, dan id. Hal tersebut dapat dilihat dari karakter Young Sungut, Boy, Ucok yang akhirnya menyerah pada id dan melakukan hipokritisasi diri. Kemudian juga ada tokoh Sob dan Bro yang membongkar kemunafikan mereka. Untuk dapat lebih melihat bagaimana terjadinya hipokritisasi diri, perlu didalami karakter mereka.
Pertama, tokoh Young Sungut merepresentasikan orang Melayu yang berani membela hak-haknya sebagai warga pribumi. Dalam dialognya dia menceritakan keberaniannya dalam melawan keswenang-wenangan. Hal ini terjadi pada masa mudanya dimana dia dihadang oleh sekelompok preman dan dialah satu-satunya orang yang berani melawan walaupun hanya dengan sebuah ketapel. Kejadian ini mengindikasikan adanya suatu nilai keberanian dan sifat yang tidak pengecut dalam melakukan perlawanan kepada pihak-pihak yang melakukan perbuatan zalim. Perlawanan dilakukannya dalam posisinya sebagai rakyat sehingga dapat disimpulkan bahwa Young Sungut adalah orang yang pro rakyat dengan melawan penindasan yang ada.
Dari cerita Young Sungut dapat dilihat jelas bahwa dia menyerap suatu nilai keberanian dan pembelaan atas kaum lemah. Dengan sendirinya nilai-nilai ini akan terserap dalam pikirannya dan menempel pada sisi pikiran superegonya. Oleh karena itu dalam melihat dan menghadapi kondisi apapun nilai mulia ini tentu akan selalu dibawanya dan mempengaruhi tindakannya yakni nilai keberanian dan pembelaan atas kaum lemah.
Namun apa yang terjadi ketika Young Sungut telah menjadi pegawai tinggi?. Dia memberikan dan menawarkan proyek kepada Boy, seorang pengusaha. Hal ini jelas-jelas menistai kepercayaan rakyat sekaligus nilai-nilai pembelaan kepada rakyat yang dipegang teguhnya dulu. Seharusnya sebagai pegawai yang merencanakan program, dia harus melakukan tender terlebih dahulu dalam memberikan proyek karena dana proyek itu berasal dari uang rakyat. Tapi kenyataannya dia melakukan penunjukan langsung terhadap perusahaan si Boy. Tentu saja motif dari pemberian proyek ini adalah untuk mendapatkan “fee” dari dana yang diberikan. Dapat dibayangkan berapa biaya yang disunat sehingga tentunya proyek akan asal-asalan karena biaya dikurangi untuk fee dan masyarakat tidak menikmatinya secara penuh.  Disinilah letak hipokritisasi diri yang dilakukan Young Sungut. Dia dengan sadar mengangkangi kebenaran dan keadilan yang pernah diperjuangkannya. Hal ini terjadi karena ketidakmampuannya mengendalikan id dalam rangka upaya pemenuhan nafsunya akan materi. Intervensi yang bersifat materi inilah yang mengalahkan nilai-nilai pembelaan yang diketahuinya dimana hal tersebut terekam dalam sisi pikiran superegonya. Namun akhirnya Ego lebih memilih untuk memuaskan id dan mengabaikan pengaruh dari superego. Young Sungut disini berhasil memunafikkan dirinya sendiri demi pemuasan nafsu akan harta.
Tokoh kedua yang melakukan hipokritisasi diri adalah Boy. Dia merupakan representasi dari kalangan pengusaha. Boy yang berlogat Minang dengan gegap gempita menceritakan kisahnya melawan aksi pembalakan liar. Dialah yang memimpin aksi perlawanan kepada bulldozer dan shin saw yang dengan buas menebang hutan. Aksinya ini mengindasikan keteguhan pendiriannya sebagai aktivis pembela segala kegiatan pengrusakan. Dengan pengalaman ini tentu saja Boy menyerap nilai dan ideology pembelaan atas rakyat dan melawan penindasan. Hal inilah yang tersimpan rapi dalam superegonya.
Akan tetapi ketika dia sudah menjadi pengusaha, superegonya tak kuat menahan godaan akan kilau gemilau materi. Intervensi berupa materi ini mengundang id untuk mendapatkannya tanpa peduli bahwa prakteknya telah mendustai nilai-nilai ideology pembelaan rakyat dengan memakan uang rakyat. Boy memang sempat mempertanyakan pemberian proyek itu. “Bukankah ini penunjukan langsung namanya?” Tanya Boy pada Young Sungut. Namun setelah terus digoda Boy tak kuasa lagi menahan nafsunya. Begitulah pergolakan psikologi Boy dimana akhirnya id mengalahkan superego sehingga ego mengambil keputusan untuk menuruti perintah id. Disinilah letak hipokritisasi diri dalam tokoh Boy. Dia berpura-pura, berbohong dan mendustai kebenaran yang telah diketahuinya.
Hal yang sama juga terjadi pada tokoh Ucok. Dulunya dia merupakan aktivis mahasiswa yang selalu berada di garda depan dalam setiap aksi demonstrasi membela kepentingan rakyat. Dengan keberaniannya dia berani mempertaruhkan nyawanya demi kebenaran. Nilai-nilai ini melekat erat semasa dia menjadi aktivis mahasiswa. Nilai-nilai perjuangan membela tanpa henti terhadap suatu penindasan. Tentunya juga nilai ini kokoh berada pada sisi pikiran superegonya.
Sekarang dia telah menjadi anggota dewan terhormat. Ternyata nilai-nilai tersebut ditelanjangi oleh dirinya sendiri. Sebagai wakil rakyat yang menerima aspirasi seluruh rakyat, dia turut berpartisipasi dalam memberikan proyek pada Boy yang merupakan kalangan rakyat tertentu saja. Ucok adalah orang yang turut mensukseskan dan menyetujui permintaan dari Young Sungut untuk meloloskan proyek ini. Dengan iming-iming persenan dari Young Sungut akhirnya Ucokpun takluk dan mendustai dirinya sendiriuntuk melakukan praktik haram tersebut demi mendapatkan materi berupa persenan dari proyek dana rakyat tersebut. Disinilah letak kekalahan superego Ucok yang terabaikan karena kuatnya hasrat dari id dalam upaya pemenuhan nafsu. Egopun mengambil keputusan berpihak pada nafsu walaupun kebenaran itu diketahui oleh Ucok sendiri. Sekali lagi inilah hipokritisasi diri yang nyata dimana telah banyak orang yang mempraktekkannya.
Kemudian dalam pementasan ini ada karakter Sob dan Bro yang merepresentasikan masyarakat. Sob dan Bro adalah pengangguran. Sob merupakan seorang mantan aktifis yang masih gelisah akan keadaan Negara. Sedangkan bro adalah masyarakat yang bersifat apatis dan menganggap politik itu kotor. Konflik terjadi ketika Sob dan Bro mendengarkan pembicaraan ketiga orang itu di sebuah tempat hiburan yang biasa ditongkronginya. Dengan modal pistol tanpa peluru milik Bro, mereka berhasil mempermainkan ketiga orang tersebut beserta seorang wanita istri si Ucok. Dari kejadian itu terlihat bagaimana keberanian 3 orang tersebut tak seperti apa yang diceritakannya. Ketiganya berubah menjadi pengecut dengan ketakutan yang sangat akut.
Dari pementasan ini dapat dilihat bagaimana pilar-pilar Negara yang terdiri dari pejabat, anggota dewan, dan pengusaha merupakan orang-orang yang lebih mementingkan nafsunya dengan mengangkangi kebenaran yang diketahuinya. Mungkin disini kita punya superhero yakni Sob dan Bro, tapi kita tidak tahu apakah setelah mereka punya posisi mereka juga meng-hipokritisasi dirinya?.hal itu bisa saja terjadi ketika intervensi dan godaan itu ada sehingga id terus berusaha memenuhi hasratnya dan nilai-nilai yang terserap di superego diabaikan. Hingga akhirnya ego mengambil keputusan untuk memenangkan id walaupun tahu superego juga memiliki dan memberikan pertimbangan.
Patut kita cermati apa yang terlihat di brosur pementasan. Di sana tertulis “Suka atau tidak suka kondisi ini ada di sekitar kita sekarang dan disini…..pertanyaannya adalah apakah kita juga masuk dalam perangkap setan itu? Jawab sendiri dalam hati…”.



                                                                                                            Bayu Agustari Adha
                                                                                                            Penikmat Seni